Selasa, 09 Februari 2016

Kepada Mantanku : "Terimakasih Telah Meninggalkanku" (Part I)



Telepon itu berdering...
Sungguh, aku mulai bosan dan muak dengan masalah ini...
Bagiku semua ini selesai sejak lama...
Meskipun kondisi perbincangan tak selancar biasanya karena signal yang bersahabat, aku enggan untuk terlalu mengikuti arah perbincangan ini. Kubiarkan semua ini mengalir sedemikian rupa
Dadaku serasa sesak, air mata tertumpah ruah...
Bukan karena lelaki itu,,, tapi karena hati seorang ibu yg sedang tersakiti...
Sungguh,, aku merasakan sakit yg tak terperih... Mulai terbayang masa-masa kelam ku dahulu,
Aku tak tau mesti berbuat apa lagi...
Aku telah lama menyerah...
Maaf...
Yah,,hanya kata itu yg tertuang
Hanya kata itu yg menari-nari...
Maaf karena mungkin aku juga telah melukai,
Maaf karena mungkin terkesan tak peduli
Jujur, bukan itu...
Bukan itu yg aku maksudkan...
Tapi mohon untuk mengerti aku, perasaanku jauuuh lebih terluka dibanding siapa pun di dunia ini,,
Perasaanku jauh lebih sakit dari apa pun...
Aku sedang dalam rehabilitasi...
Aku mohon mengerti keadaanku...
Maaf tak bisa menemui...

Satu bulan telah berlalu, satu bulan yang begitu menyakitiku, dan kini mereka datang, hendak memperjelas semuanya...

Tiga tahun lamanya aku menjalin hubungan dengannya. Begitu banyak yang telah kami lewati,
Hingga suatu ketika kami memutuskan untuk menikah. Tentu saja, hati ini berbunga membayangkan bahwa aku telah menemukan jodoh ku. Dan hari dimana engkau datang bersama keluarga besarmu untuk meminangku pun berlangsung, engkaupun meminta 'acara itu' dilaksanakan 6 bulan kemudian, dengan maksud untuk mengumpulkan dana untuk masa depan kami.
Tahukah engkau bahwa aku sangat menantikan hari 'itu'?
Namun ternyata Allah telah menggariskan hal yang lain untuk aku jalani...
Engkau memutuskan semua itu, tanpa ada kejelasan... dan keluargamu pun diam, membisu,,
Hanya kata 'sabar' yg kudapati...
Aku begitu hancur, begitu tak berdaya, namun jarak yang memisahkan membuat semua ini semakin abu-abu.

Dia adalah laki-laki yang menemaniku selama tiga tahun ini. Semua keterpurukan dalam hidupku kulalui bersamanya. Tentu saja hubungan ini semakin serius. Bahkan kedua orang tuanya pun begitu memperhatikanku. Dia, lelaki yang meskipun seusia denganku, begitu sabarnya menghadapi sikapku. Dia, telah membuatku merasa dicintai. Hingga saat kami telah dewasa, tibalah waktunya kami harus menjalani hubungan dengan jarak yang jauh. Pulau memisahkan kami.
Tak pernah sekalipun kulalui hari dengan meragukan kesetiaannya. semua berjalan baik-baaik saja, hanya pertengkaran kecil yang menghiasi hubungan kami. Dan hari itu terjadi,
Telepon pun berdering...
"Halo"

"Iya..."

............. (hening)

"Ada apa?"

"Maaf, sepertinya hubungan ini harus sampai disini, aku merasakan ketidaknyamanan dengan hubungan ini"

"Maksudnya?" Seperti ada aliran listrik yang menyengat tubuhku

"Maaf"

"Tapi......??

Tut...tut...tut....
Tahukah engkau wahai mantanku... ketika aku benar-benar berada pada bagian terbawah dalam hidup. setelah engkau meminangku, dan kini dengan mudahnya kau campakkan diriku tanpa sebab yang masuk akal.

Keterpurukan itu telah membawakan berkah bagiku. Allah begitu mencintaiku, hingga diturunkannya hidayahNya untukku melalui semua itu. Demi melupakan kepahitan itu, aku pun datang mengetuk pintu taubat Allah. Yah... tentu saja Allah mempersilahkanku untuk memasuki pintu itu dengan segala ujian.
Dan tahukah kau wahai mantanku....hati ini jauh lebih bahagia dan damai tanpamu.
Dan aku... Berterimakasih karena engkau telah meninggalkanku.



Dan kini....
Setelah satu bulan lamanya masalah ini mengendap, orang tuamu pun menghubungiku, menjelaskan semua...
Mengenai perkara "wanita lain" yang kau anggap lebih penting dibandingkan dengan pendapat orang tuamu. Ibumu menangis mengadu padaku. Memintaku untuk bertemu dengannya.


Tahukah kau wahai mantanku.... hatiku pun terluka, hatiku kecewa, bukan karena engkau mendua, tapi karena engkau telah tega menyakiti hati seorang ibu, seorang ibu yang sejak kecil merawatmu, seorang ibu yang merelakan segalanya hanya untuk dirimu, seorang ibu yang amat kusayang, dan seorang ibu yang telah tak kumiliki....

Tak peduli seberapa kejamnya kau menyakitiku, tapi hanya satu yang kupinta darimu... "Mohon hargai ibumu"